Ringkasan Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Bag 1
- Yuni Saptaria
- Oct 2, 2016
- 6 min read

Zainudin adalah seorang pemuda yang kini tinggal di Makasar ia di asuh oleh ibu angkatnya yang bernama mak base. Hidupnya begitu pilu dimana ketika ia masih berumur Sembilan bulan, ia ditinggal oleh sang ibunya, masa dimana ia belum mendapat kasih sayang yang penuh dari sang ibu. Ayahnya bernama datuk sultan seorang pria asal tanah minagkabau yang mengembara ke Makasar dan menikah dengan ibu Zainudin yang asli orang Makasar. Dimasa sebelum menikah dengan ibu Zainudin datuk sultan adalah seorang pemuda yang jago di tanah Minangkabau. Namun pada suatu ketika ia memaksa harus membunuh kemenakanya sendiri karena terpaksa. Datuk sultan selalu memberi pesan kepada anaknya Zainudin bahwa diluar sana masih ada negeri yang indah yaitu negeri kelahiran ayahnya. Ketika datuk sultan meninggal, Zainudin masih anak-anak. Pilu yang dirasakan Zainudin ketika ia kehilangan satu-satu keluarga kandungnya.
Ketika Beranjak dewasa Zainudin menjadi pemuda yang gagah. Disuatu waktu Zainudin melihat ujung laut yang tak bertepi. Terngiang atas kata mendiang ayahnya bahwa dinegeri nan jauh disana masih ada kampung halaman ayahnya, yang merupakan kampung halaman nya juga. Hingga akhirnya Zainudin mengambil keputusan untuk pergi meninggalkan tanah kelahiranya menuju kampong halamanya itu. Zainudin meminta izin kepada mak base untuk pergi menuntut ilmu ke daerah kelahiran ayahnya. Namun mak base, masih agak takut untuk melepas anak angkatnya itu kedaerah yang belum pernah ia jamah sebelumnya. Namun dengan keteguhan hati Zainudin pergi ke tanah Minangkabau, akhirnya pun mak base dengan berat hati melepas anak yang sudah ia asuh ketika ibu dan ayahnya meninggal. Sebelum Zainudin pergi, diberikan kotak wasiat mendiang ayahnya kepada Zainudin yang berisi uang Rp. 1000.
Dan akhirnya Zainudin pun sampai di tanah daerah kelahiran ayahnya, tananh Minangkabau lebih tepatnya di daerah Batipuh. Zainudin pun disambutoleh paman-pamanya di tanah Batipuh dengan penuh senyum dan keramahan.namun keramahan itu hanya palsu belaka, karena bagi mereka, adat Minangkabau untuk bisa dimasukan kedalam susunan adat apabila anak itu keturunan dari ibunya. Sedangkan Zainudin ayahnya lah yang keturunan Minangkabau. Sedangkan ibunya adalah keturunan Makasar. Hingga paman dan penduduk Batipuh pun memandang Zainudin itu sebagai orang asing. Malang sekali nasib Zainudin, ditanah kelahiran ibunya pun ia diangggap orang asing karena ditanah bugis, sistim keturunan yang diambil adalah dari ibunya.
Namun demikian, hal itu tidak membuat Zainudin berkecil hati, dengan jiwa besar dan berbudi nya ia masih bergaul dengan penduduk Batipuh ia membantu penduduk ketika sedang menanam padi, ia bergaul dengan pemuda semuruan dia. Hingga satu kampung mengetahui budi pekerti dari Zainudin.
Keadaan seakan baik-baik saja, dimana paman Zainudin pura-pura senang menerimanya tinggal di rumahnya dikarenakan uang kiriman dari mak base setiap bulanya mengalir ke kantongnya. Namun dalam hati Zainudin ia rindu sekali dengan make base dan Makasar ia rindu akan pemandangan laut dan kapal-kapal yang biasanya ia pandang.
Di Desa Batipuh , ada satu keluarga yang masih memegang adat yang sangat kuat. Terlihat dari bangunan rumahnya yang begitu melambangkan ia menjaga adatnya. Dalam rumah itu, ada perawan yang begitu mempesona kecantikanya hingga membuat pemudapemuda desa mendambakanya. Dia bernama Hayati. Disuatu pagi Hayati dansaudari perempuanya menjemur padi didepan rumahnya. Kemudian mereka membahas Zainudin yang memiliki budi pekerti yang baik.
Disuatu ketika, hujan turun sangat deras sekali dan para penduduk berteduh untuk menghindari dari derasnya air hujan. Dan disuatu gubuk itu ada kembang desa yang di puja oleh pemuda Batipuh sedang berteduh, bersama dengan seorang saudarinya. Dan disitupun pula ada Zainudin yang sedang berteduh pula. Dalamgubuk itu Hayati dan Zainudin hanya saling memandang dengan sama-sama malu untuk mengutarakan kata. Zainudin mengetahui bahwa yang ada disampingnya sekarng itu adalah Hayati kembang desa yang dipuja-puja kecantikanya oleh pemuda Batipuh. Dan Hayati pun sudah mengenal zainudi, seorang pemuda yang mempunyai budi pekerti yang santun. Namun mereka berdua masih terdiam dan saling terpaku. Dibenak Hayati ia terheran-heran karena Zainudin memegang payung, tetapi kenapa dia tidal lekas pulang kerumah. Namun dilihatlah hari sudah menjadi sore, dan timbullah keberanian Zainudin untuk memulai pembicaraan. Dengan wajah yang berkeringat walaupun hari sedang hujan Zainudin berkata. Dan Hayati pun menantang muka Zainudin dengan tenang-tenang
“Maukah encik saya tolong ?”
Apakah gerangan pertolonan tuan itu ?”
“berangkat lah terlebih dahulu, encik pulang kerumah. Marah nanti orang tua encik, jika pulang terlambat.
“Terimakasih, lalu bagaimana dengan tuan ?”
“saya kan laki-laki pulang malam pun tak jadi masalah buat say.”
“lalu kemakah pulang ini nanti saya kembalikan?”
“besok saja, encik antarkan kerumah mande jamilah”
“terimakasih tuan, atas budi baiknya.” Ujar Hayati sabil senyum senyum malu.
“ah baru pertolongan sedikit itu, encik sudah mengucapkan terimakasih!”
Kemudian Hayati dan saudarinya pun beranjak dari gubuk itu dengan payung yang di pinjami oleh Zainudin. Masih ditatapnya langkah Hayati oleh Zainudin dengan penuh gembira karena. Dia bersyukur bias berkenalan dengan gadis yang mempunyai muka yang sangat jernih dan matanya yang penuh dengan rahasia kesucian.
Hujan pun turun reda Zainudin melangkah pulang menuju rumah pamanya dengan perasaan yang sumringah. Dan dalam tidurnya pun ia bermimpi indah laksana mendengar nyanyia-nyanyian ombak laut yang sering ia dengarkan di Makasar.
Keesokan harinya ia terbangun dari mimpi indahnya dan masih terngiang di kepalanya momen bahagia pertemuan nya dengan Hayati. disaat Zainudin sedang masuk kedalam fantasi kebahagiaanya sendiri. Dia kedatangan tamu seorang anak kecil, yang ternyata adalah adik dari laki-laki dari Hayati. dia dating untuk mengantarkan payung dan sebuah surat yang ditipkan Hayati untuk diberikan kepada Zainudin. Setelah mengucapkan terimakasih kepada adik Hayati itu. Zainudin bergegas masuk ke kamarnya, hendak ia buka surat itu dengan perasaan gemetar ia akhirnya membuka surat itu dan membacanya.
surat itu berisi rasa terimakasih Hayati karena telah diberikan pertolongan oleh Zainudin. Dan rasa kebersyukuran Hayati bias bertegur sapa dengan zainudi, pemuda yang terkenal dengan budi pekertinya. Serta Hayati pun berniat untuk membalas kebaikan Zainudin suatu hari kelak.menrima surat itu membuat hati Zainudin tambah sumringah. Dismipanya surat itu dalam sakunya.
Dihari itu, hatinya tergerak untuk berjalan-jalan mengelilingi desa Batipuh, di lihatnya langit yang cerah padahal kemarin baru saja turun hujan yang sangat deras. Zainudin berjalan di pinggiran sawah melihat penduduk sedang sibuk dengan sawahnya masing-masing. Dan akhirnya Zainudin pun sampai di sepetak sawah milik lelaki tua. Dan ditegurnya Zainudin.
“ai, Zainudin, sampai pula engkau kemari, pandaikah engkau menyabit ?”
Dengan keramahanya, Zainudin akhirnya membantu lelaki tua itu menyabit padi di sawahnya. Setelah beberapa saat Zainudin membantu lelaki tua itu, di suruhnya Zainudin untuk beristirahat duduk di pinggiran sawah bersamanya. Karena sebentar lagi cucunya akan dating untuk membawa makan siangn untuknya. Ketika sedang asik berbincang antara lelaki tua itu dengan Zainudin, tiba-tiba dating seorang perempuan didamppingi oleh anak kecil laki-laki. Dan alangkah terkejutnya Zainudin melihat kedatangan Hayati. dan Hayati pun tersipu melihat Zainudin ada disana.
Kemudian lelaki tua itu memperkenalkan cucunya itu kepada Zainudin. Dan Zainudin pun mengaku kepada lelaki tua itu bahwa kemarin ia sudah bertemu dengan Hayati. Hayati pun menegaskan perkataan Zainudin, dan berkata kepada pamanya bahwa Zainudin lah yang menolong ia kemarin sore ketika hujan turun, dengan meminjaminya payung. Zainudin pun dengan ramah berbicara bahwa itu hanya pertolongan kecil. Namun lelaki tua itu akhirnya ikut berbicara, “ walaupun itu hal kecil, bagi yang menerima pertolongan, hal itu dipandang besar artinya”
Akhirnya waktu sudah menunjukan dhuhur dan akhirnya lelaki tua itu pun pulang bersama kedua cucunya. Dan Zainudin pum pulang kerumah pamanya, dengan perasaan yang membuatnya semakin bahagia lagi.
Sudah dua hari sejak pertemuanya di sawah, Zainudin merasakan hal yang aneh terjadi pada dirinya, ia merasakan seperti orang demam. Namun juga menjadi sebuah hal yang membahagiakan bagi dirinya karena semenjak ia bertemu Hayati, hidupnya tak sepi lagi di Batipuh itu. Begitu pun dengan Hayati yang merasakan perasaan yang sama dan dia pun memiliki perasaan kasihan terhadap Zainudin yang hidup sendiri didunia ini. Perasaanya ini pun ia ceritakan kepada khadijah temanya yang tinggal di padang panjang dengan mengiriminya sepucuk surat.
Disuatu jalan, ketika Hayati sedang berjalan, alangkah terkejutnya Hayati melihat Zainudin berdiri menunggunya. Dengan ditanganya dilihat ada sepucuk surat. Zainudin pun terlihat panas dingin gemetaran melihat Hayati sudah didepanya, walau pun niat awal Zainudin ingin memberi surat itu kepada Hayati. namun dengan tangan gemetaran akhirnya Zainudin memberi surat itu dan lekas dia pergi dari sana. Dan Hayati pun masih kebingungan sendiri pada waktu itu
Sesampainya dirumah, Hayati membaca surat itu, surat yang berisi curhatan kepedihan Zainudin bahwa ia tinggal sebatang kara didunia ini telah ditinggal orang tuanya sejak kecil, dan walaupun ia tinggal di tanah keliharan ayah nya dia seperti tidak dianggap keluarga oleh kerabatnya dan adat yang ada di Batipuh ini. Surat ini pun berisi rasa bahagia karena dan bertemu dengan Hayati yang dia anggap sebagai cahaya hidupnya kini. Dan surat itu juga berisi pengharapan agar Hayati mau menjadi sahabatnyamendengarkan kisah pedih hidupnya.
Setelah membaca surat itu, jatuhlah abutiran air mata di kemolekan pipi indahnya. Hayati mendapatkan perasaan yang belum pernah didaptnya. Perasaan pilu yang dirasakan seperti dirasakan pula oleh Hayati. membaca surta itu pun membuat Hayati merasa kasihan kepada Zainudin dalam kisah hidupnya yang amat pedih itu
Zainudin pun setelah mengirim surat itu, merasakan suatu kegelisahan yang luar biasa terkadang dia berpikir bahwa ia telah melakukan sebuah kesalah dengan berani mengirimi surat kepada Hayati kembang desa yang dipuja-puja orang Batipuh dan di adat Batipuh itu merupakan yang salah. Tambha kegelisahan Zainudin ketika ia tunggu dua hari tidak ada balasan dari Hayati, sehingga ia merasa bahwa yang dilakukanya itu salah. Dan hal itu membuat iya menghindar ketika bertemu Hayati di persimpangan jalan hingga akhirnya hari keempat setelah mengirim surat, Zainudin bertemu tepat dihadapan Hayati dan ia pun tidak dapat mengelak lagi. Hayati lalu mengatakan kepada Zainudin” kenapa tuan menghindari saya”
“saya malu hyati, saya takut “
“tidak perlu takut dan malu tuan” surat itu begitu indah indah susunanya, menarik dan membuka kunci pintu hati manusia.”
to be continued
Comentarios